Lagi-Lagi Mahasiswa



                                                                  Lagi-Lagi Mahasiswa
Oleh: Rochman Adinegara
 [Anggota bidang RPK PK IMM FAI UHAMKA 2015-2016 dan Ketua Umum BEM FAI UHAMKA 2015-2016]

Bagaikan matahari yang memancarkan cahayanya diseluruh pelosok tanah air dan bagaikan bunga mawar yang indah dan mempesona seharum warnanya dengan penuh keberanian. Itulah yang seharusnya dimiliki oleh para mahasiswa sebagai kaum intelektual yang bersahaja. Bung karno dalam wawancara terbatas pada tahun 1968 memberikan pendapatnya tentang gerakan mahasiswa. Dia berkata “bahwa mahasiswa, janganlah kalian berhenti bergerak, bangkitlah jiwa mudamu, bangkitlah jiwa perngorbanananmu”.
Kemampuan dalam hal akademik sudah seharusnya dimiliki oleh mahasiswa sesuai dengan bidang yang ditekuninya sebagai bentuk tanggung jawab atas ilmu pengetahuan yang dipilihnya, ketika memutuskan untuk menjadi mahasiswa. Namun fenomena yang saat ini terjadi mahasiswa sudah mulai tertindas dengan sistem pendidikan SKS yang terkadang menjadi tanda tanya besar untuk apa mata kuliah tersebut?, sementara adanya tumpang tindih dalam setiap mata kuliah. Sehingga mahasiswa hanya memikirkan akademiknya saja, sementara karakter yang berupa  aspirasi mahasiswa dan daya kritis mahasiswa sudah mulai terbendung. Seperti sarana prasana ruang kelas, kehadiran dosen yang semaunya saja, laboratorium yang belum memadai, publikasi yang belum terintegrasi, ruang diskusi mahasiswa yang belum memadai, penghargaan kepada mahasiswa, kantin yang tidak memadai bahkan makanan kebarat-baratan, tempat parkiran yang sempit bahkan banyak yang kehilangan helm dll. Sedangkan perguruan tinggi selalu menuntut mahasiswa untuk berprestasi, hal itu tidaklah rasional, ibarat iklan namun tidak disiapkan produknya. Dari dulu semenjak beberapa perguruan tinggi di Indonesia berdiri bahkan masih menggunakan sistem penjajah, Bung Karno merasakan sistem yang lebih rumit dibanding hari ini. Beliau mesti menempuh SKS yang cukup banyak dari biasanya, bahkan dosen-dosen waktu itu banyak mengadakan ujian dadakan dan sering mengikut sertakan mahasiswa dan dilepas untuk mencari proyek-proyek pada masa libur. Dahulu pun masih ada ketakutan kami dari pihak pemerintah yang tidak suka dengan mahasiswa pemberontak. Gie meletakkan idealisme dalam timbangan resiko. Hidupnya seperti peluru, melesat lurus tanpa kompromi.
Namun kemampuan akademik tidaklah cukup untuk membangun karakter yang berintegritas dan memiliki self confidence yang melekat dalam jiwanya. Membangun karakter dalam diri mahasiswa sudah seharusnya dilakukan dalam setiap lembaga organisasi mahasiswa disetiap kampus, agar terciptanya regenerasi di masa depan yang akan datang. Bukan sebagai lembaga organisasi hanya bermental sok kuasa bagi mahasiswa-mahasiswa baru. Fungsi mahasiswa sebagai agent of change, social control, moral force and iron stock bukan sekedar wacana belaka apabila karakter telah terbangun dalam diri mahasiswa. Para mahasiswa juga harus akrab dengan kata-kata anti imperialis, anti kolonial, anti kapitalisme. “Mereka seharusnya (gerakan mahasiswa) bergerak atas nama konsep tri sakti yaitu berdaulat dalam lapangan politik, berdikari dalam lapangan ekonomi dan berkepribadian dalam lapangan budaya” ujar bapak proklamator.
 Didalam chatur dharma perguruan tinggi sebagai bagian dari cita-cita mahasiswa yaitu pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Seakan-akan hanya sebuah cita-cita yang sirna apabila mahasiswa menjadi hedonisme yang apatis dan skeptis sehingga tidak memiliki sikap empati. Bahkan mahasiswa juga sudah banyak yang melupakan makna dari almamater perjuangan. Almamater hanya digunakan pada saat UTS, UAS, melihat sidang DPR/MPR, bahkan digunakan hanya untuk acara-acara televisi yang berbau lawakan dan kesenangan. Dalam al-qur’an, surat al-qoshosh Allah SWT berfirman “Dan carilah dari apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Begitu pula sebuah hadist dijelaskan “al-dunnya maz’raat ak-akhirat” yang artinya dunia adalah ladang akhirat maksudnya menjadi mahasiswa harus bermanfaat.
Dinamika kehidupan yang terjadi di abad ke XXI yang penuh dengan conspirasi of  ziont ect, membuat mahasiswa terbelenggu kedalam lorong yang gelap dan larut dalam kesenangan materialisme yang memperdayakan dan melupakan hakekatnya sebagai manusia yang berakal budi. Seperti adanya arus media utama baik itu televisi, koran, majalah, radio dan pengggunaan media sosial (twitter, facebook, whatsup, path, instagram ect) yang tidak sesuai dengan fungsinya. Bila ingin menguasai dunia, kuasailah media. Begitulah pernyataan yang faktanya memang benar. Publik seringkali dipengaruhi oleh informasi di media, meskipun informasi tersebut belum tentu akurat akan tetapi sudah menanamkan opini yang kuat dipikiran masyarakat terutama mahasiswa yang terombang-ambing tidak tahu arah dan tujuannya.
Keadaan ekonomi Indonesia, dengan berbagai bentuk penjajahan kapitalisme oleh pemilik modal yang berakhir pada neoliberalisme membuat mahasiswa terseok-seok memikirkan nasib masa depannya. Keadaan sosial masyarakat dimana ada doktrin yang salah terhadap para orang tua yang lebih menyukai anaknya bekerja diperusahaan-perusahaan atau lembaga yang punya gaji besar sehingga menyebabkan disorientasi terhadap pola pikirnya. Ditambah lagi, hegemoni politik di Indonesia yang membuat kaum-kaum pemilik modal mengambil alih berbagai sektor pengambil kebijakan publik, hanya sekedar “mengamankan” usahanya. Begitu pula dengan pemerintah yang semaunya dalam mengambil kebijakan untuk melanggengkan kekuasaannya yang merugikan generasi yang akan datang, seperti kata mahasiswa yang idealis “korban kebijakan dan korban sejarah.” Belum lagi, mahasiswa terkontaminasi oleh budaya ke-barat-barat-an, dari mulai pakaian, makanan bahkan penampilannya sendiri. Budaya Indonesia yang luhur sudah tak lagi dicerminkan oleh kaum muda Indonesia yang intelektual bernama mahasiswa.
Globalisasi diberbagai macam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi turut menjadi ancaman, seperti arus bebas lintas negara yaitu barang, jasa, investasi dan tenaga kerja. Lalu kondisi kampus dalam komoditi pendidikan dan arus bebas tenaga kerja lintas negara. Maka hal ini harus menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk segera bertindak dan melakukan aksi nyata diberbagai macam bidang yang telah ditekuni. Negeri ini sudah terlepas dari penjajahan, namun penjajahan dengan gaya baru akan hadir apabila mahasiswa tidak memilik good power seperti kemampuan berorganisasi dan keterampilan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bung karno pernah berkata “Aku titipkan Indonesia kepada kalian bukan untuk menjadi bangsa PENGEMIS, tapi bangsa yang berdiri di kakinya sendiri! (Ir.Sukarno-Buku “Penyambung Lidah Rakyat”)
Mahasiswa seharusnya sudah faham terhadap empat pilar kebangsaan yang menjadi pondasi-pondasi untuk Indonesia merdeka yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Makna empat pilar yang fundamental tidak boleh dilupakan oleh mahasiswa, maka perlu diaktualisasikan terhadap kehidupan kampus, berbangsa dan bernegara. Bung karno pernah mengatakan “bangsa yang hebat adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa-jasa pahlawannya”. Betapa hebatnya para pendiri bangsa memberikan amanah kepada generasi yang akan datang untuk mempertahankan kata merdeka. Mahasiswa sudah seharusnya mengetahui sejarah agar dapat memahami nilai-niai historis dalam perkembangan disiplin ilmu pengetahuan.

Referensi
Dari berbagai macam sumber, baik itu buku bacaan, diskusi, nonton film, kajian dan seminar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Pengkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Keluarga: Komponen Sentral dalam Membentuk Masyarakat Utama

Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman